Minggu, 27 November 2011
achendresthy03virgo: Kemunduran Mutu Ikan Segar
achendresthy03virgo: Kemunduran Mutu Ikan Segar: Rumusan masalah : Menjelaskan penurunan mutu ikan dan faktor penyebab perubahan-perubahan yang terjadi. ...
Jumat, 11 November 2011
Perbedaan Jurnal dan Skripsi
Perbedaan Jurnal dan Skripsi
Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk
mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa
paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan/
fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang
berlaku.
Jurnal
adalah terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat
diminati orang saat diterbitkan.
Jurnal itu catatan penelitian. Skripsi itu satu
paket laporan penelitian untuk pendidikan strata satu.
Dari segi bentuk, skripsi merupakan analisa
jurnal (hanya saja kurang terlihat karena tingkat analisanya masih rendah).
Jurnal
merupakan hasil penelitian yang hanya diambil bagian-bagian pentingnya saja.
Sedangkan skripsi keseluruhan dari hasil penelitian dicantumkan didalam
skripsi.
Jurnal
penelitiannya bisa dilakukan lebih dari satu orang, sedangkan skripsi hanya
untuk satu orang.
Skripsi
penulisannya terbagi dalam beberapa bab, sedangkan jurnal penulisannya tidak
memakai bab-bab.
Pada
jurnal tinjauan pustaka tidak dimuat dalam bab tersendiri, dan latar
belakangnya hanya yang terpenting yang dimuat.
Skripsi
jelas latar belakangnya, tinjauan pustakanya.
Selasa, 01 November 2011
Judul Penelitian
MASALAH:
Penanganan dan Pengolahan Hasil
Perikanan
JUDUL PENELITIAN :
1.
Pengaruh Suhu Air Pencuci Terhadap Perubahan
Mutu Surimi Ikan Tengiri (Scomberomorus
sp.) Selama Pencucian.
Tujuan :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu air pencuci
terhadap perubahan mutu surimi ikan tengiri selama proses pencucian
Manfaat :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kalau diaplikasikan
dalam rangka optimalisasi penanganan hasil tangkap (ikan) di Indonesia ditinjau
dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
2.
Penerapan Alat Pengering Surya Tipe
Rumah Plastik Untuk Pengeringan Beberapa Jenis Rumput Laut.
Tujuan :
Mempelajari penggunaan alat pengering surya tipe rumah plastik untuk
pengeringan beberapa jenis rumput laut
Manfaat :
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi
bagi pengolah rumput laut kering untuk meningkatkan teknologi pengeringan
rumput laut kering dengan menggunakan alat pengering surya tipe rumah plastik.
3.
Pengaruh Konsentrasi Garam Pada
Pemindangan Ikan Kembung (Scomber sp.)
Tujuan :
Mempelajari secara rinci pengaruh konsentrasi garam pada pemindangan ikan
kembung (Scomber sp.)
Manfaat :
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada para
pengolah ikan pindang dalam penggunaan konsentrasi garam yang sesuai.
MASALAH:
Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Dalam
Pengembangan Produk Perikanan
JUDUL
PENELITIAN
4.
Pengaruh Konsentrasi Gula Dalam Pembuatan
Manisan Rumput Laut.
Tujuan:
Untuk
melihat pengaruh konsentrasi gula terhadap mutu manisan rumput laut
Manfaat:
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada produsen dan
konsumen tentang penggunaan konsentrasi gula yang baik dalam pembuatan manisan
rumput laut..
5.
Pemanfaatan Ikan Rucah Dalam Pembuatan Bakso
Ikan
Tujuan:
Mempelajari
proses pembuatan bakso dengan memanfaatkan ikan rucah.
Manfaat:
Pendinginan Ikan Dengan Es
PENDAHULUAN
Pendinginan ikan merupakan salah
satu proses yang umum digunakan untuk mengatasi masalah pembusukan ikan, baik
selama penangkapan, pengangkutan, maupun penyimpanan sementara sebelum diolah
menjadi produk lain.
Proses pengawetan ikan dengan cara
pendinginan dapat mempertahankan masa kesegaran ikan selama 12-18 hari,
tergantung jenis ikan, cara penanganan, tingkat kesegaran ikan yang akan
didinginkan dan suhu yang digunakan.
Keuntungan yang dapat diperoleh
dari proses pedinginan ikan adalah bahwa sifat asli ikan relatif tidak
mengalami perubahan tekstur, rasa, dan bau.
Pendinginan ikan dapat dilakukan
dengan teknik seperti dibawah ini atau dengan pengombinasian:
1. Pendinginan
dengan es
2. Pendinginan
dengan es kering
3. Pendinginan
dengan udara dingin
Proses pendinginan hanya mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme.
RUMUSAN MASALAH
Menjelaskan dasar-dasar
pendinginan ikan dengan es, peralatan penanganan dan penyimpanan ikan dengan
es, serta menjelaskan pendinginan ikan pada sub zero !
PEMBAHASAN
CARA PENDINGINAN IKAN DENGAN ES
Petani
ikan dan nelayan pada umumnya melakukan proses pendinginan ikan dengan
menggunakan es batu karena alasan kemudahan. Cara penanganan ikan dengan es
sangat beragam tergantung tempat, jenis ikan, dan tujuan pendinginan. Faktor
yang penting dalam proses pendinginan ikan adalah kecepatan. Semua pekerjaan
haeus dilakukan secara cepat agar suhu ikan cepat turun. Es yang digunakan
harus berukuran kecil, makin kecil ukuran es maka makin banyak permukaan yang
bersinggungan dengan es sehingga proses pendiginan akan berlangsung lebih
cepat.
Cara ideal mencampur ikan dengan
es yaitu membuat lapisan es pada dasar, kemudian diatasnya selapis ikan,
dilanjutkan dengan lapisan es lagi, demikian seterusnya.
Fungsi es dalam hal ini :
a. Menurunkan
suhu daging sampai mendekati 0˚C
b. Mempertahankan
suhu ikan tetap dingin
c. Menyediakan
air es untuk mencuci lendir, sisa-sisa darah, dan bakteri dari permukaan badan
ikan
d. Mempertahankan
keadaan berudara (aerobik) pada ikan, selama disimpan dalam palka
Ada dua cara pendinginan ikan
dengan menggunakan es batu. Yaitu:
Tumpukan
Es batu yang telah disiapkan
segera ditebarkan ke dasar wadah penyimpanan ikan sehingga membentuk lapisan es
setebal 5 cm. Kemudian ikan yang telah dicampur es batu dimasukkan ke dalam
wadah tersebut. Pada lapisan ikan paling atas ditutupi dengan hancuran es batu
setebal 7 cm, lalu wadah ditutup agar tidak terjadi kontaminasi dengan udara
diluarnya. Es batu dan ikan ditumpuk sedemikian rupa sehingga semua ikan
tertutup es batu.
Berlapis
Es batu ditaburkan ke dasar wadah
penyimpanan ikan hingga membentuk lapisan es setebal 5 cm. Selanjutnya
diatasnya disusun ikan secara teratur degan bagian perur menghadap ke bawah
agar cairan es batu yang meleleh tidak tergenang di bagian perut ikan. Di atas
lapisan ikan tersebut ditaburkan es setebal 3-5 cm. Usahakan agar seluruh tubuh
ikan tertutup lapisan es tersebut. Penyusunan lapisan es dan ikan tersebut
dilanjutkan terus hingga mencapai permukaan wadah. Pada bagian paling atas
ditaburkan kembali lapisan es setebal 7 cm dan kemudian tutup wadah sebaik
mungkin agar tidak terjadi kontaminasi dengan lingkungan sekelilingnya.
CARA PENYUSUNAN IKAN
Penyusunan ikan dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai cara berikut.
Bulking
Bulking dilakukan dengan cara es
batu disusun selapis demi selapis dalam sebuah wadah. Bagian dasar dan bagian
tepi wadah harus diberi lapisan es batu setebal 5 cm untuk mencegah perambatan
panas dari udara di bagian luar. Tebal antara ikan dan lapisan es batu
sebaiknya sama dan usahaka agar setiap tubuh ikan tertutup lapisan es.
Bila jumlah ikan yang akan
didinginkan sangat banyak, untuk mempermudah penyusunan ikan, sebaiknya wadah
dilengkapi dengan sekat hidup (sekat yang dapat dibongkar pasang) terbuat dari
kayu.
Shelfing
Prinsip kerja ini sama dengan
bulking yang dilengkapi dengan sekat hidup. Jarak antarsekat sekitar 20 cm dan
setiap sekat hanya menampung satu lapis ikan.
Penyusunan ikan ini dianggap
dapat menghabiskan waktu, tenaga, dan tempat sehingga biasanya hanya digunakan
untuk penyimpanan ikan berukuran besar. Namun demikian, dengan cara ini mutu
ikan tetap baik dan kehilangan berat karena tertekan dapat dikurangi.
Boxing
Boxing adalah proses penyusunan
ikan dengan menggunakan kotak (box) terbuat dari alumunium atau plastik.
Ikan yang disusun dalam kotak
harus terlebih dahulu dicampur dengan es batu, agar tingkat kesegarannya dapat
dipertahankan lebih lama.
Cara ini
dianggap lebih menguntungkan karena:
1.
Dengan cara ini tubuh ikan tidak akan mengalami
luka karena tekanan. Berat ikan tidak banyak berubah sebab tingkat
penyusutannya rendah.
2.
Tingkat kesegaran maupun kualitas ikan tidak
banyak mengalami perubahan
3.
Dengan cara ini penyusunan dan pembongkaran ikan
dari dalam kotak dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat.
Prosedur
pendinginan ikan
1.
Ikan yang akan didinginkan dipisahkan menurut
ukuran, jenis, dan tingkat kesegarannya.
2.
Ikan besar harus disiangi terlebih dahulu dan
dibuang isi perut maupun insangnya. Ikan kecil tidak perlu disaingi, cukup
dicuci hingga bersih.
3.
Sisik ikan dibersihkan dengan menggunakan sikat
kawat, dimulai dari ekor terus ke arah kepala.
4.
Ikan yang telah dibersihkan dan dibuang isi
perut maupun insangnya segera dicuci dengan air bersih agar lendir, darah
maupun kotoran yang masih menempel hilang.
Peralatan yang
biasa dipergunakan dalam penanganan dan penyimpanan ikan pada proses
pendinginan:
Alat:
Alat:
-
Wadah pendinginan ikan (coolbox)
-
Palka
Bahan:
-
Es batu
-
Air bersih
-
Ikan yang siap ditangani
PENDINGINAN
IKAN PADA SUHU SUB ZERO
Suhu sub zero
maksudnya adalah suhu dibawah 0°C. Berarti ikan sementara dalam proses
pembekuan.
Selama proses
pembekuan berlangsung, terjadi pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu
lebih tinggi ke refrigerant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air
di dalam tubuh ikan akan berubah bentuk menjadi kristal es.
Secara
singkat, proses pembekuan cairan dalam tubuh ikan dapat dibagi menjadi 3 fase,
yaitu:
1.
Terjadi penurunan suhu wadah penyimpanan yang
segera diikuti dengan penurunan suhu tubuh ikan. Proses pembekuan pada tubuh
ikan baru akan terjadi setelah suhu tubuh ikan mencapai 0°C dengan ditandai
terbentuknya kristal-kristal es.
2.
Penurunan suhu lebih lanjut akan meningkatkan
pembekuan cairan tubuh. Biasanya akan berhenti pada suhu -12°C (kisaran suhu
ini disebut daerah kritis atau critical zone). Untuk menurunkan suhu ikan dari
0 sampai -12°C diperlukan waktu yang cukup lama, karena selain panas yang harus
dilepaskan, kristel es yang terbentuk pada permukaan tubuh ikan juga akan
menghambat proses pembekuan dalam tubuh ikan. Waktu yang diperlukan untuk
mengubah suhu tubuh dari 0 sampai-12°C disebut periode pembekuan (thermal
arrest period) yaitu waktu yang diperlukan untuk melewati daerah kritis.
3.
Pada fase sebelumnya banyak cairan dalam tubuh
ikan yang sudah membeku maka pada fase ini proses pembekuan akan berlangsung
lambat. Meskipun suhu terus diturunkan hingga mencapai -30°C
Selasa, 18 Oktober 2011
Kemunduran Mutu Ikan Segar
Rumusan masalah: Menjelaskan penurunan mutu ikan dan
faktor penyebab perubahan-perubahan yang terjadi.
KEMUNDURAN MUTU IKAN
Mutu ikan identik dengan
kesegaran. Ikan yang baru ditangkap
dapat dikatakan sangat segar, artinya bermutu tinggi. Isitlah “segar”
mengandung pengertian “ baru saja
ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan” dan “mutunya masih orisinil”(Ilyas,
1983). Ada ikan segar berarti ada pula ikan yang mulai membusuk. Perubahan ikan
yang segar menjadi mulai membusuk menunjukan penurunan mutu ikan segar
tersebut.
Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk (Adawyah, 2006)
IKAN SEGAR
|
IKAN MULAI BUSUK
|
Kulit
-
Warna kulit
terang dan jernih
-
Kulit masih
kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut
-
Warna-warna
khusu yang masih ada terlihat jelas
|
-
Kulit berwarna
suram, pucat, dan berlendir banyak
-
Kulit mulai
terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu
-
Kulit mudah
sobek dan warna-warna khusus sudah hilang
|
Sisik
-
Sisik menempel
kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
|
-
Sisik mudah
terleas dari tubuh
|
Mata
-
Mata tampak
terang, jernih, menonjol, dan cembung
|
-
Tampak suram,
tenggelam, dan berkerut
|
Insang
-
Insang berwarna
merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah
-
Insang tertutup
oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
|
-
Insang berwarna
cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
-
Lendir insang
keruh dan berbau asam, menusuk hidung
|
Daging
-
Daging kenyal,
menandakan rigormatis masih berlangsung
-
Daging dan
bagian tubuh lain berbau segar
-
Bila daging
ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan
-
Daging melekat
pada tulang
-
Daging perut
utuh dan kenyal
-
Warna daging
putih
|
-
Daging lunak,
menandakan rigormatis selesai
-
Daging dan
bagian tubuh lain mulai berbau busuk
-
Bila ditekan
dengan jari tampak bekas lekukan
-
Daging mudah
lepas dari tulang
-
Daging lembek
dan isi perut mudah keluar
-
Daging berwarna
kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung
|
Bila ditaruh di dalam air
-
Ikan segar akan
tenggelam
|
-
Ikan yang sudah
sangat membusuk akan mengapung di permukaan air
|
Ikan termasuk salah satu bahan
makanan yang cepat membusuk (highly
perishable food) apabila tidak segera dilakukan penanganan yang baik
setelah ikan mati. Hal ini disebabkan oleh aktivitasenzim,mikroorganisme (bakteri)
dan proses kimiawi (oksidasi). Laju kemunduran mutu ikan segar juga ditunjang
pula oleh kandungan zat gizi ikan, suhu lingkungan, dan adanya sejumlah bakteri
yang terdapat pada tubuh ikan seperti
kulit, insang dan isi perut.
Setelah ikan
mati, berbagai proses perubahan fisik maupun kimiawi berlangsung lebih cepat.
Semua perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan.
Adapun
urutan proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut:
A.
PROSES RIGOR MORTIS
Pada saat ikan ditangkap, ikan masih bernafas ingga beberapa
waktu kemudian. Seluruh jaringan peredaran darah ikan masih mampu menyerap
oksigen sehingga proses kimia yang terjadi dapat berlangsung secara aerob.
Reaksi aerob yang terpenting adalah reaksi glikogenolisis, yaitu proses
perubahan glikogen menjadi asam sitrat dengan menghasilkan 30 unit ATP. Selama
ikan masih hidup, ATP yang terbentuk akan digunakan sebagai sumber energi.
Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam
jaringan peredaran darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah
terhenti. Akibatnya, didalam tubuh ikan mati tidak terjadi reaksi
glikogenolisis yang dapat mengahsilkan ATP. Terhentinya aliran oksigen kedalam
jaringan peredaran darah menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak
diharapkan karena sring menebabkan kerugian.
Reaksi anaerob akan memanfaatkan ATP dan glikogen yang telah
terbentuk selama ikan masih hidup, sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP
terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan jaringan otot tidak mampu
mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya). Kondisi inlah yang dikenal
dengan istilah rigor mortis.
B.
PROSES PERUBAHAN KARENA AKTIVITAS
ENZIM (AUTOLISIS)
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan
oleh enzim-enzim yang terdapat didalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya
terjadi setelah ikan yang mati melewati proses rigor mortis.
Sebenarnya enzim yang menjadi salah satu penyebab kemunduran
mutu ikan segar secara alamiah sudah terdapat didlam tubuh ikan. Diantaranya
adalah enzim yang terdapat dalam daging ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin,
chymotrypsin, dan pepsin) serta
enzim-enzim dari mikroorganisme. Karena ikan banyak mengandung protein dan
hanya sedikit karbohidrat, maka yang berperan pentin dlam proses kemunduran
mutu ikan segar adalah enzim-enzim yang menguraikan protein (proteolitis).
Selama ikan masih hidup, enzim-enzim ini diatur oleh otak.
Dengan demikian, aktivitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu
sendiri.
Akan tetapi ketika ikan mati, enzim-enzim masih mempunyai
kemampuan untuk bekerja secara aktif, tetapi karena jaringan otak sudah tidak
dapat berfungsi lagi, maka sistem kerja enzim tersebut menjadi tidak terkontrol
dan dapat merusak organ tubuh lainnya (misalnya, enzim proteolitik yang semula
berfungsi menguraikan bahan-bahan makanan yang masuk kedalam perut ikan, karena
sudah tidak ada lagi makanan yang masuk, maka enIm tersebut akan menguraikan
jaringan disekitarnya). Proses-proses penguraian seperti inilah yang disebut
autolisis itu.
Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan
meningkatnya jumlah bakteri, disebabkan hasil penguraian enzim selama proses
auitolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan
mikroorganisme lain.
Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhu
meningkat dan mencapai puncaknya pada suhu 37˚C, sedangkan bila suhunya diturunkan
maka kecepatan proses autolisis akan menurun pula. Akan tetapi, penurunan suhu
sampai -40˚C tidak dapat menghentikan kegiatan penguraian nzim ini
secara keseluruhan.
Pada akhirnya tubuh ikan akan mnjadi loembk akibat pengaruh
proses autolisis dan kecepatan pembusukan semakin meningkat.
C.
PROSES PERUBAHAN KARENA AKTIVITAS
MIKROORGANISME
Fase pembusukan berikunya ialah perubahan yang disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan hidup ikan dapat
dianggap tidak mengandung bakteri yang bersifat merusak atau ikan dianggap
steril, walaupun didalam lendir yang melapisi tubuh ikan dan di dalam insang
maupun sistem pencernaan terdapat banyak mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme
tersebut tergantung pada tingkat pengotoran perairan tempat ikan itu hidup.
Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak pada tubuh ikan. Jenis-jenis
bakteri yang biasanya terdapat dalam ikan segar biasanya termasuk dalam
golongan Achromobacter,
Flavobacterium,Pseudomonas, dan Clostridium
(Moeljanto, 1992). Berdasarkan hasil
penelitian, ternyata kepadatan bakteri pada tiga tempat pada tubuh ikan
(insang, kulit, dan usus) tidak sama:
1. Kepadatan bakteri pada insang
berkisar 103-105/gram
2. Kepadatan bakteri pada kulit berkisar
102-106/gram
3. Kepadatan bakteri pada usus berkisar
103-107/gram (Afrianto-Liviawaty, 1989)
Suhu lingkungan adalah
salah satu syarat agar bakteri dapat tumbuh secara normal. Biasanya suhu ikan
yang masih hidup cukup rendah sehingga mikroorganisme itu belum dapat tumbuh
dengan baik. Namun, segera setelah ikan mati dan proses autoisis berjalan, suhu
ikan berangsunr-angsur naik, sehingga memungkinkan bagi pertumbuhan bakteri pembusuk.
Dalam proses
pengolahan dan pengawetan ikan, semua usaha selalu ditujukan untuk membinasakan
atau menghambat pertumbuhan bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk
mencegah atau menghambat proses perubahan yang disebabkan olh bakteri, antara lain
dengan menyiangi ikan, merendam ikan dalam zat kimia, menggunakan es batu yang
telah diberi zat antibakteri atau melalui proses pembekuan.
D.
PROSES PERUBAHAN KIMIAWI (KARENA
OKSIDASI)
Bau tengik dapat dijumpai pada ikan-ikan yang diolah atau
diawetkan dengan penggaraman dan pengeringan, juga pada ikan yang dibekukan.
Bau tengik timbul karena terjadi oksidasi lemak oleh oksigen dari udara.
Meskipun bau tengik (rancidity) tidak berpengaruh terhadap
kesehatan, bau ini sangat merugikan proses pengolahan dan pengawetan karena
dapat menurunkan mutu dan daya jualnya. Disamping itu , proses ketengikan yang
sudah lanjut (misalnya pada minyak goreng yang terus dipakai untuk menggoreng
makanan) akan mengahasilkan senyawa-senyawa yang disebut peroksida. Senyawa ini
dianggap dapat menebabkan timbulnya penyakit kanker. Oelh karena itu harus
diusahakan agar proses ketengikan ini tidak sampai berlarut-larut.
Cara mencegah proses oksidasi adalah dengan mngusahakan
sekecil mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas
disekelilingnya, yakni dengan menggunakan ruang hampa udara dan pembungkus
kedap udara, menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab
proses oksidasi.
Selain penyebab ada
juga beberapa faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan segar, yang dibagi
dalam 3 kelompok (Wattimena, 2007), yaitu:
I.
Faktor
Alami dan Biologis
a. Jenis ikan
Tiap
jenis ikan memiliki perbedaan komposisi kimiawi dalam tubuhnya, seperti
kandungan glikogen. Kandungan glikogen ini akan mempengaruhi fase rigor mortis
pada ikan. Ikan yang panjang periode fase rigor mortisnya, akan panjang pula
daya awetnya.
b. Ukuran ikan
Ikan
yang berukuran kecil mutunya lebih cepat menurun dibanding ikan yang berukuran
besar. Hal ini desebabkan karena tingkat ketebalan dagingnya, dimana yang
berukuran kecil dagingnya lebih tipis shingga proses penguraian oleh enzim
lebih cepat dan daging menjadi cepat lembek.
c. Kondisi biologis
o
Tingkat
kekenyangan
Ikan
yang kenyang saat tertangkap (feedy), isis perut dan dinding perutnya akan
segera diurai oleh enzim yang terdapat dalam perut ikan. Apabila erus
berlangsung dapat menyebabkan perut ikan akan pecah dan mutunya sudah menurun.
o Tingkat kedewasaan seksual
Ikan
yang tertangkap dalam keadaan bertelur, proses kemunduran mutunya lebih cepat.
o
Kondisi
perairan
Daya
awet ikan dipengaruhi oleh jumlah bakteri dalam tubuh ikan. Keberadaan bakteri
itu dipengaruhi oleh kondisi perairan dimana ikan tersebut hidup. Ikan yang
ditangkap pada perairan kotor dan tercemaw ayan awetnya lebih pendek.
d. Musim
Ikan
yang tertangkap pada musim panas daya awetnya lebih pendek
e. Suhu perairan
Ikan
yang ditangkap pada perairan yang bersuhu tinggi daya awetnya lebih pendek.
II.
Pengaruh
Cara Penangkapan
Metode
dan jenis alat tangkap berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan. Ikan yang
tertangkap dengan jaring, daya awetnya lebih pendek dibanding yang tertangkap
dengan pancing. Hal ini disebabkan ikan yang tertangkap dengan jaring lebih
banyak meronta.Ikan yang berjuang keras menghabiskan tenaganya untuk menghadapi
kematian terbukti lebih cepat membusuk. Gejala tersebut berhubungan dengan
berkurangnya cadangan glikogen otot daging ikan dan penurunan pH. Dengan
demikian fase rigor mortisnya lebih pendek atau cepat.
III.
Pengaruh
Cara Penanganan
a.
Penanganan
di atas kapal
Untuk
memperoleh ikan yang mutunya tinggi, pokok utam penanganannya adalah bekerja
cepat, cermat, bersih, dan suhu ikan diturunkan atau didinginkan. Dengan
demikian ikan yang baru ditangkap, dicuci bersih dari kotoran dan lumpur,
dipisahkan menurut jenis dan ukurannya, kemudian disimpan pada suhu dingin.
b. Cara pembongkaran dan pendaratan
Pengaruh
yang sangat dominan disini adalah jika suhu ikan meningkat dan berlangsung lama
serta terjadi pencemaran dan kecerobohan/kelalaian.
c. Cara penanganan di darat,
transportasi, dan distribusi
Hal-hal
yang berpengaruh buruk pada ikan adalah kenaikan suhu tubuh ikan, penanganan
yang ceroboh, mengulur waktu dan kena pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
-
Nanlohy
dan Wattimena. 2007.“Aplikasi Peti Stryofoam dan Es pada Penanganan Ikan
Pelagis Kecil Segar Selama Pemasaran”, Laporan
Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Ambon: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNPATTI.
-
Afrianto
dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Jogja: Penerbit Kanisius.
-
Adawyah,
Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
-
Ilyas,
S. 1983. Teknologi Pengolahan hasil Perikanan. Yogyakarta :Penerbit
Liberty.
Langganan:
Postingan (Atom)