Selasa, 18 Oktober 2011

Kemunduran Mutu Ikan Segar


Rumusan masalah: Menjelaskan penurunan mutu ikan dan faktor penyebab perubahan-perubahan yang terjadi.
KEMUNDURAN MUTU IKAN
Mutu ikan identik dengan kesegaran.  Ikan yang baru ditangkap dapat dikatakan sangat segar, artinya bermutu tinggi. Isitlah “segar” mengandung pengertian “  baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan” dan “mutunya masih orisinil”(Ilyas, 1983). Ada ikan segar berarti ada pula ikan yang mulai membusuk. Perubahan ikan yang segar menjadi mulai membusuk menunjukan penurunan mutu ikan segar tersebut.
Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk (Adawyah, 2006)
IKAN SEGAR
IKAN MULAI BUSUK
Kulit
-       Warna kulit terang dan jernih
-       Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut
-       Warna-warna khusu yang masih ada terlihat jelas

-       Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak
-       Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu
-       Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang
Sisik
-       Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas

-       Sisik mudah terleas dari tubuh
Mata
-       Mata tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung

-       Tampak suram, tenggelam, dan berkerut
Insang
-       Insang berwarna merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah
-       Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan

-       Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
-       Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
Daging
-       Daging kenyal, menandakan rigormatis masih berlangsung
-       Daging dan bagian tubuh lain berbau segar
-       Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan
-       Daging melekat pada tulang
-       Daging perut utuh dan kenyal
-       Warna daging putih

-       Daging lunak, menandakan rigormatis selesai
-       Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk
-       Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
-       Daging mudah lepas dari tulang
-       Daging lembek dan isi perut mudah keluar
-       Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung
Bila ditaruh di dalam air
-       Ikan segar akan tenggelam

-       Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air

Ikan termasuk salah satu bahan makanan yang cepat membusuk (highly perishable food) apabila tidak segera dilakukan penanganan yang baik setelah ikan mati. Hal ini disebabkan oleh aktivitasenzim,mikroorganisme (bakteri) dan proses kimiawi (oksidasi). Laju kemunduran mutu ikan segar juga ditunjang pula oleh kandungan zat gizi ikan, suhu lingkungan, dan adanya sejumlah bakteri yang terdapat  pada tubuh ikan seperti kulit, insang dan isi perut.
            Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik maupun kimiawi berlangsung lebih cepat. Semua perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan.
            Adapun urutan proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut:

A.     PROSES RIGOR MORTIS

Pada saat ikan ditangkap, ikan masih bernafas ingga beberapa waktu kemudian. Seluruh jaringan peredaran darah ikan masih mampu menyerap oksigen sehingga proses kimia yang terjadi dapat berlangsung secara aerob. Reaksi aerob yang terpenting adalah reaksi glikogenolisis, yaitu proses perubahan glikogen menjadi asam sitrat dengan menghasilkan 30 unit ATP. Selama ikan masih hidup, ATP yang terbentuk akan digunakan sebagai sumber energi.
Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan peredaran darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah terhenti. Akibatnya, didalam tubuh ikan mati tidak terjadi reaksi glikogenolisis yang dapat mengahsilkan ATP. Terhentinya aliran oksigen kedalam jaringan peredaran darah menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak diharapkan karena sring menebabkan kerugian.
Reaksi anaerob akan memanfaatkan ATP dan glikogen yang telah terbentuk selama ikan masih hidup, sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya). Kondisi inlah yang dikenal dengan istilah rigor mortis.

B.      PROSES PERUBAHAN KARENA AKTIVITAS ENZIM (AUTOLISIS)

Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim yang terdapat didalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan yang mati melewati proses rigor mortis.
Sebenarnya enzim yang menjadi salah satu penyebab kemunduran mutu ikan segar secara alamiah sudah terdapat didlam tubuh ikan. Diantaranya adalah enzim yang terdapat dalam daging ikan (cathepsin), enzim pencernaan (trypsin, chymotrypsin, dan pepsin) serta enzim-enzim dari mikroorganisme. Karena ikan banyak mengandung protein dan hanya sedikit karbohidrat, maka yang berperan pentin dlam proses kemunduran mutu ikan segar adalah enzim-enzim yang menguraikan protein (proteolitis).
Selama ikan masih hidup, enzim-enzim ini diatur oleh otak. Dengan demikian, aktivitas enzim selalu menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri.
Akan tetapi ketika ikan mati, enzim-enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif, tetapi karena jaringan otak sudah tidak dapat berfungsi lagi, maka sistem kerja enzim tersebut menjadi tidak terkontrol dan dapat merusak organ tubuh lainnya (misalnya, enzim proteolitik yang semula berfungsi menguraikan bahan-bahan makanan yang masuk kedalam perut ikan, karena sudah tidak ada lagi makanan yang masuk, maka enIm tersebut akan menguraikan jaringan disekitarnya). Proses-proses penguraian seperti inilah yang disebut autolisis itu.
Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, disebabkan hasil penguraian enzim selama proses auitolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain.
Proses penguraian oleh enzim ini makin cepat bila suhu meningkat dan mencapai puncaknya pada suhu 37˚C, sedangkan bila suhunya diturunkan maka kecepatan proses autolisis akan menurun pula. Akan tetapi, penurunan suhu sampai -40˚C tidak dapat menghentikan kegiatan penguraian nzim ini secara keseluruhan.
Pada akhirnya tubuh ikan akan mnjadi loembk akibat pengaruh proses autolisis dan kecepatan pembusukan semakin meningkat.

C.      PROSES PERUBAHAN KARENA AKTIVITAS MIKROORGANISME

Fase pembusukan berikunya ialah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Dalam keadaan hidup ikan dapat dianggap tidak mengandung bakteri yang bersifat merusak atau ikan dianggap steril, walaupun didalam lendir yang melapisi tubuh ikan dan di dalam insang maupun sistem pencernaan terdapat banyak mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme tersebut tergantung pada tingkat pengotoran perairan tempat ikan itu hidup. Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak pada tubuh ikan. Jenis-jenis bakteri yang biasanya terdapat dalam ikan segar biasanya termasuk dalam golongan Achromobacter, Flavobacterium,Pseudomonas, dan Clostridium (Moeljanto, 1992).  Berdasarkan hasil penelitian, ternyata kepadatan bakteri pada tiga tempat pada tubuh ikan (insang, kulit, dan usus) tidak sama:
1.      Kepadatan bakteri pada insang berkisar 103-105/gram
2.      Kepadatan bakteri pada kulit berkisar 102-106/gram
3.      Kepadatan bakteri pada usus berkisar 103-107/gram (Afrianto-Liviawaty, 1989)
Suhu lingkungan adalah salah satu syarat agar bakteri dapat tumbuh secara normal. Biasanya suhu ikan yang masih hidup cukup rendah sehingga mikroorganisme itu belum dapat tumbuh dengan baik. Namun, segera setelah ikan mati dan proses autoisis berjalan, suhu ikan berangsunr-angsur naik, sehingga memungkinkan bagi pertumbuhan bakteri pembusuk.
Dalam proses pengolahan dan pengawetan ikan, semua usaha selalu ditujukan untuk membinasakan atau menghambat pertumbuhan bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mencegah atau menghambat proses perubahan yang disebabkan olh bakteri, antara lain dengan menyiangi ikan, merendam ikan dalam zat kimia, menggunakan es batu yang telah diberi zat antibakteri atau melalui proses pembekuan.
D.     PROSES PERUBAHAN KIMIAWI (KARENA OKSIDASI)

Bau tengik dapat dijumpai pada ikan-ikan yang diolah atau diawetkan dengan penggaraman dan pengeringan, juga pada ikan yang dibekukan. Bau tengik timbul karena terjadi oksidasi lemak oleh oksigen dari udara.
Meskipun bau tengik (rancidity) tidak berpengaruh terhadap kesehatan, bau ini sangat merugikan proses pengolahan dan pengawetan karena dapat menurunkan mutu dan daya jualnya. Disamping itu , proses ketengikan yang sudah lanjut (misalnya pada minyak goreng yang terus dipakai untuk menggoreng makanan) akan mengahasilkan senyawa-senyawa yang disebut peroksida. Senyawa ini dianggap dapat menebabkan timbulnya penyakit kanker. Oelh karena itu harus diusahakan agar proses ketengikan ini tidak sampai berlarut-larut.
Cara mencegah proses oksidasi adalah dengan mngusahakan sekecil mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas disekelilingnya, yakni dengan menggunakan ruang hampa udara dan pembungkus kedap udara, menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab proses oksidasi.

Selain  penyebab ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu ikan segar, yang dibagi dalam 3 kelompok (Wattimena, 2007), yaitu:
I.          Faktor Alami dan Biologis
a.      Jenis ikan
Tiap jenis ikan memiliki perbedaan komposisi kimiawi dalam tubuhnya, seperti kandungan glikogen. Kandungan glikogen ini akan mempengaruhi fase rigor mortis pada ikan. Ikan yang panjang periode fase rigor mortisnya, akan panjang pula daya awetnya.
b.      Ukuran ikan
Ikan yang berukuran kecil mutunya lebih cepat menurun dibanding ikan yang berukuran besar. Hal ini desebabkan karena tingkat ketebalan dagingnya, dimana yang berukuran kecil dagingnya lebih tipis shingga proses penguraian oleh enzim lebih cepat dan daging menjadi cepat lembek.
c.       Kondisi biologis
o  Tingkat kekenyangan
Ikan yang kenyang saat tertangkap (feedy), isis perut dan dinding perutnya akan segera diurai oleh enzim yang terdapat dalam perut ikan. Apabila erus berlangsung dapat menyebabkan perut ikan akan pecah dan mutunya sudah menurun.
o  Tingkat kedewasaan seksual
Ikan yang tertangkap dalam keadaan bertelur, proses kemunduran mutunya lebih cepat.
o  Kondisi perairan
Daya awet ikan dipengaruhi oleh jumlah bakteri dalam tubuh ikan. Keberadaan bakteri itu dipengaruhi oleh kondisi perairan dimana ikan tersebut hidup. Ikan yang ditangkap pada perairan kotor dan tercemaw ayan awetnya lebih pendek.
d.      Musim
Ikan yang tertangkap pada musim panas daya awetnya lebih pendek
e.      Suhu perairan
Ikan yang ditangkap pada perairan yang bersuhu tinggi daya awetnya lebih pendek.

II.        Pengaruh Cara Penangkapan
Metode dan jenis alat tangkap berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan. Ikan yang tertangkap dengan jaring, daya awetnya lebih pendek dibanding yang tertangkap dengan pancing. Hal ini disebabkan ikan yang tertangkap dengan jaring lebih banyak meronta.Ikan yang berjuang keras menghabiskan tenaganya untuk menghadapi kematian terbukti lebih cepat membusuk. Gejala tersebut berhubungan dengan berkurangnya cadangan glikogen otot daging ikan dan penurunan pH. Dengan demikian fase rigor mortisnya lebih pendek atau cepat.

III.      Pengaruh Cara Penanganan
a.         Penanganan di atas kapal
Untuk memperoleh ikan yang mutunya tinggi, pokok utam penanganannya adalah bekerja cepat, cermat, bersih, dan suhu ikan diturunkan atau didinginkan. Dengan demikian ikan yang baru ditangkap, dicuci bersih dari kotoran dan lumpur, dipisahkan menurut jenis dan ukurannya, kemudian disimpan pada suhu dingin.
b.      Cara pembongkaran dan pendaratan
Pengaruh yang sangat dominan disini adalah jika suhu ikan meningkat dan berlangsung lama serta terjadi pencemaran dan kecerobohan/kelalaian.
c.       Cara penanganan di darat, transportasi, dan distribusi
Hal-hal yang berpengaruh buruk pada ikan adalah kenaikan suhu tubuh ikan, penanganan yang ceroboh, mengulur waktu dan kena pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
-          Nanlohy dan Wattimena. 2007.“Aplikasi Peti Stryofoam dan Es pada Penanganan Ikan Pelagis Kecil Segar Selama Pemasaran”, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Ambon: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNPATTI.
-          Afrianto dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Jogja: Penerbit Kanisius.
-          Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
-          Ilyas, S. 1983. Teknologi Pengolahan hasil Perikanan. Yogyakarta :Penerbit Liberty.