Selasa, 24 September 2013

BENTENG AMSTERDAM DAN GEREJA TUA HILA "PESONA AMBOINA"


Hila adalah nama suatu daerah di bagian utara Pulau Ambon yang berhadapan dengan pulau Seram. Berjarak sekitar 35 km dari kota Ambon. Memiliki beberapa bangunan historis yang ditinggalkan sejak jaman penjajahan. Antara lain Gereja Tua Immanuel dan Benteng Amsterdam. Perjalanan menuju desa ini akan disuguhi dengan pemandangan yang menarik. Mulai dari pegunungan yang hijau dengan jalan yang berkelok-kelok hingga hamparan laut, pantai, hutan manggrove plus air yang jernih hingga ke pasir-pasirnya.

BENTENG AMSTERDAM

Di ujung desa yang menghadap ke laut ini terdapat sebuah Benteng Amsterdam yang dibangun oleh Portugis untuk gudang rempah-rempah yang kemudian direbut oleh Belanda. Bangunan benteng ini megah, mengambil posisi yang tepat untuk memiliki sudut pandang yang luas ke segala arah.
Benteng ini terletak di Desa Hila Kaitetu, Kecamatan Leihitu, sekitar 42 Km dari Kota Ambon. Benteng ini dibangun pada 26 Juli 1569 oleh Portugis yang dulunya diberi nama “Castel Vanveree”. Benteng Amsterdam merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon.

Benteng ini pada awalnya digunakan sebagai loji tempat penyimpanan rempah-rempah (Pala dan cengkih). Setelah diambil alih Belanda, gudang penyimpanan rempah-rempah itu dijadikan benteng VOC. Sekitar tahun 1640, Gubernur Gerard Demmer memugarnya bangunan ini dan berganti nama menjadi Benteng Amsterdam.

Atapnya sudah terpasang rapi.  Warna merahnya mencorok.  Kontras dengan laut biru di belakang benteng.  Itu bukan atap asli.  Yang masih asli peninggalan Belanda dalam benteng ini adalah lantai batunya, tembok semen, dan kayu-kayu penopang beserta tangga menuju lantai atas.  Juga teras kayu di lantai dua.
Benteng ini dulu dibangun oleh Portugis pada tahun 1512 kemudian diambil alih oleh Belanda pada abad ke-17. Benteng ini merupakan benteng kedua yang dibangun oleh Belanda, setelah benteng Kasteel Van Verre di dekat Seith hancur.
Benteng Amsterdam didirikan pada masa perdagangan rempah-rempah di awal abad ke – 17, setelah VOC – Vereenigde Oost Indische Compagnie – dibentuk oleh Heeren Zeventien di Belanda.  Sebelum menjadi benteng, bangunan ini adalah gudang penyimpanan rempah-rempah milik Portugis. Pala, cengkeh, dan kelapa ditaruh di tempat ini. Setelah diambil alih Belanda, gudang penyimpanan rempah-rempah itu dijadikan benteng VOC.
Gempa dan tsunami itu terjadi pada tanggal 17 Februari 1674, mengakibatkan kerusakan parah desa-desa di pesisir utara Pulau Ambon dan bagian selatan Pulau Seram.
Memasuki benteng, di dekat pintu masuk kita akan menemui prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.  Prasasti tersebut bertuliskan :
BENTENG AMSTERDAM
Mulai Dibangun Oleh :  GERARD DEMMER Pada Tahun 1642
Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN
Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656

   

Adapun yang dapat disaksikan pada Benteng Amsterdam yakni berupa perlengkapan perang milik belanda dan juga barang pecah belah yang telah berusia ratusan tahun.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkPOuI01I21p2uVf8WwLuR4s9HdG50th6_tyrvnN2h9lENozyaZk6LLnwkzTPQ3e7WXqwq6ExFMbjASiq6XwGc_vXjP5FWTduC2tovzVm7R2LZbFvWzA7Tz7ULK8Kr50de6ZN1vfEn_Wrm/s320/default.jpeg+m.jpeg                 



Tempat Penjanggan Benteng

KAWASAN DALAM BENTENG
Sumur didalam benteng




GAMBARAN DALAM BENTENG
Lantai 1

Lantai 2

Lantai 3

Benteng ini merupakan lokasi yang bagus bagi para pencinta keindahan alam, khusunya para penikmat sunset.

GEREJA TUA IMMANUEL-HILA

Di sebelah benteng, tidak jauh dari Benteng Amsterdam (50 Meter) ke arah selatan terdapat bangunan sejarah yang tak kalah menarik yakni Gereja Tua Imanuel yang mana merupakan bangunan kedua yang di bangun oleh Belanda di Pulau Ambon.


Gereja tua yang sudah ditinggalkan umatnya, yang bernama Gereja Imanuel. Gereja ini dibangun pada tahun 1846 dan masih digunakan ketika masyarakat Kristen masih menghuni desa ini. Pada awalnya perkampungan di Hila ini masih berbaur antara penduduk muslim dan Kristen, namun sejak kerusuhan di awal abad 21 (sekitar tahun 1999) menyisakan trauma yang mendalam bagi penduduk Kristen di Hila, dan mereka pun meninggalkan desa ini.
Gereja Tua di Hila bernama Gereja Immanuel dan merupakan bangunan gereja tertua di Provinsi Maluku. Bangunan sederhana ini berdinding kayu yang di cat putih dengan atap rumbia dan sebuah tiang lonceng menghiasi halamannya yang menghadap ke arah benteng yang dulunya berfungsi untuk memanggil umat beribadah. Desain dalam gedungnya pun sangat sederhana dengan sebuah mimbar kecil menghadap 2 barisan kursi yang berjajar ke belakang, sebuah balkon kecil di belakang deretan bangku (hingga kini masih kuat menampung orang diatasnya) dan sebuah ruang kecil bagi pendeta sebagai ruang persiapan. Gereja ini dikelilingi pagar setinggi 1 m.

Gereja ini dibangun pada tahun 1659 dan telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran terakhir dilakukan karena gereja ini (bersama pemukiman Nasrani di daerah Hila) dibakar dan dihancurkan oleh massa pada tahun 1999 akibat kerusuhan (konflik SARA). Dan setelah angin perdamaian mulai tertiup di Bumi Para Raja Gereja Tua Imanuel pun kembali di bangun, dengan arsitektur bentuk yang sama.

Gereja Immanuel Protestan yang diduga sebagai gereja tertua di Indonesia. Gereja ini dibangun Portugis pada tahun 1580 namun diambil alih oleh Belanda 200 tahun kemudian, di Hila.
            Didalam gereja juga didapati sebuah informasi tentang keberadaan makam dibawah gereja. Berbunyi demikian :
Pada tanggal 31 Januari 1999 penemuan sebuah batu bertulisan yang terdapat dibagian bawah mimbar gereja tua Immanuel Hila Sarani yang diperkirakan sebuah makam Belanda Bunyi tulisan sebagai berikut :
USI FILTLIJK
VAN
KOODMAN EN OPPER HOOFD
DEZES DISTRICTS HILA
NATUS DEN 9 JULI 1718
ET
ORIET DEN 16 OKTOBER A. 1780
MET DET VAN DESZELES GOONMOEDE
SARA VAN DEN BUSSCHE
GEMALINNE VAN DENWOL EDELENCEST
JOAN ELLAS VAN MYLONDONK
EXTRA ORDINAIR RAAD VAN NEDERLND
NEVENS
DAT VAN HAAR WELDD GEBORN KLEM DOCTER
DE JONGE JEEROOW
WILHELMINA PEETRONELLA STEUTEL

Diatas tulisan tersebut terdapat sebuah ukiran b unga dalam lingkaran. Kedalaman makam tersebut kurang lebih 2 meter.

Saat ini gereja ini nampak kurang terawat baik.
           
Gereja ini dapat dikunjungi tanpa pungutan biaya, hanya saja ketika masuk kita akan disuguhi dengan buku tamu yang harus diisi dan kotak persembahan sebagai bentuk solidaritas kita membantu perawatan gereja tertua di Maluku ini.

TAMPILAN DALAM GEREJA
   
          

Kondisi Kayu Plafon Yang Sudah Tidak Baik







Lonceng Gereja saat ini

Sumber Sejarah :

-          Perjalanan Pribadi


SUGUHAN MENRAIK SEPANJANG PERJALANAN

Selasa, 10 September 2013

Memorial Building Ambon

“Memorial Building Ambon”

                Dibangun untuk memperingati 289 tentara dan 171 penerbang kesatuan Australia yang gugur di Maluku, Sulawesi dan kepulauan sekitarnya saat Perang Dunia (PD) II tahun 1941-1945, dan belum diketahui serta ditemukan jenasahnya hingga saat ini.
                Nama-nama mereka terpampang pada sisi kiri-kanan dinding bangunan “Memorial Building Ambon” itu, lengkap dengan pangkat, tanggal lahir dan umurnya yang gugur dalam PD II. Sedikitnya 694 orang tentara Australia dari total 1.131 orang tentara yang berasal dari batalyon 2/21 Australia Gull Force, gugur saat berperang melawan tentara Jepang pada tahun 1941 di Ambon, dan dimakamkan di Taman Persemakmuran Tantui, sedangkan yang bisa selamat dan kembali ke negaranya sebanya 232 orang.
                Lokasi Taman Persemakmuran “War Cemetery” di kawasan Tantui saat Perang Dunia II, merupakan lokasi kamp tahanan tentara negara-negara persemakmuran oleh tentara Jepang.
                Peringatan pembebasan tentara Australia dilakukan setiap tanggal 10 September yang bertepatan dengan tanggal pembebesan tentara yang disandera Jepang pada tahun 1945.
                Saat 1.131 personil Gull Force mendarat di Ambon pada bulan Desember 1941, lokasi Taman Makam Australia merupakan camp militer mereka. Namun kemudian camp tersebut justru menjadi lokasi tawanan mereka oleh Jepang.
                Saat Jepang mendarat tahun 1942, pasukan Gull Force terpukul mundur karena kekuatan yang tidak sebanding. Gull Force hanya satu batalyon sedangkan pasukan Jepang yang datang 30 batalyon. Pasukan Gull Force memilih mundur dan membangun kubu pertahan di Dusun Erie, Kecamatan Nusaniwe. Mereka mengira pasukan Jepang akan masuk dari arah Tanjung Allang, sehingga mereka mempersiapkan pergempuran tentara Jepang dari laut. Tetapi perkiraan tentara Australia ini meleset, tentara Jepang tidak masuk melalui Tanjung Allang, tetapi dari arah jazirah Leitimur Pulau Ambon. Jepang melabuhkan kapal-kapal perang mereka di pantai Hutumuri dan Hukurila, kemudian masuk kekota melalui desa-desa di pegunungan.
                Gull Force akhirnya menyerah, tetapi terlebih dulu menyembunyikan separuh persenjataan mereka di kawasan Gunung Nona yang menjadi kubu pertahanan terakhir Gull Force. Mereka ditawan oleh Jepang dibekas barak mereka di Tantui. Banyak tentara Australia yang meninggal saat dalam tawanan Jepang, karena kelaparan dan dieksekusi mati. Menurut cerita, saat ditawan tentara-tentara Australia ini sering diberikan makanan secara diam-diam oleh penduduk sekitar kamp tahanan. Banyak juga tentara Australia yang melarikan diri dari kamp tahanan.
                Saat Perang Dunia II berakhir, pasukan Gull Force yang tersisa di kamp hanya 200 orang lebih. Pemerintah Australia mengirimkan  kapal perang untuk membawa sisa pasukan mereka pulang ke negara Kangguru itu. Sedikitnya 694 Tentara Gull Force yang meninggal di aqmbon dimakamkan di taman makam ini.
                Berbagai cerita dan kesan akan kebaikan orang Ambon memang selalu menghiasi lubuk hati para veteran maupun keluarganya. Saat ini memang makam perang yang dibangun oleh Commonwealth War Grayes Commision ini, terdapat sedikitnya 2,137 kuburan yang terdiri dari 1.092 tentara Australia, 810 tentara Inggris, 30 tentara India, 2 tentara Canada, 1 tentara Selandia Baru, 1 tentara asal Afrika Selatan, 186 tentara Belanda, dan 15 warga sekutu lainnya. Mereka terdiri dari Angkata Laut 210 prajurit, Angkatan Darat 1.229 prajurit, Angkatan Udara 694 tentara dan 1 awak kapal dagang. Beberapa tahun lalu penghuni taman makam ini bertambah 9 kuburan. Sembilan tentara dari negara persemakmuran yang tewas saat helikopter mereka jatuh di Pulau Buru pada Perang Dunia II, ditemukan dan tulang-tulang mereka dimakamkan di Tantui.
                Di bagian depan taman terdapat “Memorial Building Ambon”. Tugu ini dibangun untuk memperingati 289 tentara dan 171 penerbang kesatuan Australia yang gugur di Maluku, Sulawesi, dan kepulauan sekitarnnya yang tidak diketahui dan ditemukan jenazahnya saat Perang Dunia II tahun 1941-1945. Nama-nama mereka terpampanh pada dua dinging bangunan ini.
                Nisan-nisan tentara yang gugur semunya terbuat dari perunggu dan terawat rapi. Di tiap nisan, terpahat lambang kesatuan, nomor prajurit, nama prajurit, umur, tanggal wafat, dan pesan dari orang-orang terkasih mereka, entah itu orang tua, istri, anak, maupun sahabat. Ada juga ratusan kuburan yang jenazahnya tidak dikenal. Di atas nisan yang tidak bisa dikenali ini hanya bertuliskan asal dan lambang kesatuan serta tulisan “Known unto God – Hanya Tuhan yang tahu”.