Hila adalah nama suatu daerah di bagian utara Pulau
Ambon yang berhadapan dengan pulau Seram. Berjarak sekitar 35 km dari kota
Ambon. Memiliki beberapa bangunan historis yang ditinggalkan sejak jaman
penjajahan. Antara lain Gereja Tua Immanuel dan Benteng Amsterdam. Perjalanan
menuju desa ini akan disuguhi dengan pemandangan yang menarik. Mulai dari
pegunungan yang hijau dengan jalan yang berkelok-kelok hingga hamparan laut,
pantai, hutan manggrove plus air yang jernih hingga ke pasir-pasirnya.
BENTENG AMSTERDAM
Di ujung desa yang menghadap ke laut
ini terdapat sebuah Benteng Amsterdam yang dibangun oleh Portugis untuk gudang
rempah-rempah yang kemudian direbut oleh Belanda. Bangunan benteng ini megah,
mengambil posisi yang tepat untuk memiliki sudut pandang yang luas ke segala
arah.
Benteng ini terletak di Desa Hila Kaitetu, Kecamatan
Leihitu, sekitar 42 Km dari Kota Ambon. Benteng ini dibangun pada 26 Juli 1569
oleh Portugis yang dulunya diberi nama “Castel Vanveree”. Benteng Amsterdam
merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian tak
terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon.
Benteng ini pada awalnya digunakan sebagai loji tempat
penyimpanan rempah-rempah (Pala dan cengkih). Setelah diambil alih Belanda,
gudang penyimpanan rempah-rempah itu dijadikan benteng VOC. Sekitar tahun 1640,
Gubernur Gerard Demmer memugarnya bangunan ini dan berganti nama menjadi
Benteng Amsterdam.
Atapnya sudah terpasang rapi. Warna merahnya
mencorok. Kontras dengan laut biru di belakang benteng. Itu bukan
atap asli. Yang masih asli peninggalan Belanda dalam benteng ini adalah
lantai batunya, tembok semen, dan kayu-kayu penopang beserta tangga menuju
lantai atas. Juga teras kayu di lantai dua.
Benteng ini dulu dibangun oleh Portugis pada tahun
1512 kemudian diambil alih oleh Belanda pada abad ke-17. Benteng ini merupakan
benteng kedua yang dibangun oleh Belanda, setelah benteng Kasteel Van Verre di
dekat Seith hancur.
Benteng Amsterdam didirikan pada masa perdagangan
rempah-rempah di awal abad ke – 17, setelah VOC – Vereenigde Oost Indische
Compagnie – dibentuk oleh Heeren Zeventien di Belanda. Sebelum menjadi benteng, bangunan ini adalah
gudang penyimpanan rempah-rempah milik Portugis. Pala, cengkeh, dan kelapa
ditaruh di tempat ini. Setelah diambil alih Belanda, gudang penyimpanan
rempah-rempah itu dijadikan benteng VOC.
Gempa dan tsunami itu terjadi pada tanggal 17 Februari
1674, mengakibatkan kerusakan parah desa-desa di pesisir utara Pulau Ambon dan
bagian selatan Pulau Seram.
Memasuki benteng, di dekat pintu masuk kita akan menemui
prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prasasti
tersebut bertuliskan :
BENTENG AMSTERDAM
Mulai Dibangun Oleh : GERARD DEMMER Pada Tahun 1642
Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN
Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656
Mulai Dibangun Oleh : GERARD DEMMER Pada Tahun 1642
Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN
Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656
Adapun yang dapat disaksikan pada Benteng Amsterdam
yakni berupa perlengkapan perang milik belanda dan juga barang pecah belah yang
telah berusia ratusan tahun.
Tempat Penjanggan Benteng
KAWASAN DALAM BENTENG
Sumur didalam benteng
GAMBARAN DALAM BENTENG
Lantai 1
Lantai 2
Lantai 3
Benteng ini merupakan lokasi yang bagus bagi para
pencinta keindahan alam, khusunya para penikmat sunset.
GEREJA TUA IMMANUEL-HILA
Di sebelah benteng, tidak jauh dari Benteng Amsterdam
(50 Meter) ke arah selatan terdapat bangunan sejarah yang tak kalah menarik
yakni Gereja Tua Imanuel yang mana merupakan bangunan kedua yang di bangun oleh
Belanda di Pulau Ambon.
Gereja tua yang sudah ditinggalkan umatnya, yang
bernama Gereja Imanuel. Gereja ini dibangun pada tahun 1846 dan masih digunakan
ketika masyarakat Kristen masih menghuni desa ini. Pada awalnya perkampungan di
Hila ini masih berbaur antara penduduk muslim dan Kristen, namun sejak
kerusuhan di awal abad 21 (sekitar tahun 1999) menyisakan trauma yang mendalam
bagi penduduk Kristen di Hila, dan mereka pun meninggalkan desa ini.
Gereja Tua di Hila bernama Gereja Immanuel dan
merupakan bangunan gereja tertua di Provinsi Maluku. Bangunan sederhana ini
berdinding kayu yang di cat putih dengan atap rumbia dan sebuah tiang lonceng
menghiasi halamannya yang menghadap ke arah benteng yang dulunya berfungsi
untuk memanggil umat beribadah. Desain dalam gedungnya pun sangat sederhana
dengan sebuah mimbar kecil menghadap 2 barisan kursi yang berjajar ke belakang,
sebuah balkon kecil di belakang deretan bangku (hingga kini masih kuat
menampung orang diatasnya) dan sebuah ruang kecil bagi pendeta sebagai ruang
persiapan. Gereja ini dikelilingi pagar setinggi 1 m.
Gereja ini dibangun pada tahun 1659 dan telah mengalami
beberapa kali pemugaran. Pemugaran terakhir dilakukan karena gereja ini
(bersama pemukiman Nasrani di daerah Hila) dibakar dan dihancurkan oleh massa
pada tahun 1999 akibat kerusuhan (konflik SARA). Dan setelah angin perdamaian
mulai tertiup di Bumi Para Raja Gereja Tua Imanuel pun kembali di
bangun, dengan arsitektur bentuk yang sama.
Gereja Immanuel Protestan yang diduga
sebagai gereja tertua di Indonesia. Gereja ini dibangun Portugis pada tahun
1580 namun diambil alih oleh Belanda 200 tahun kemudian, di Hila.
Didalam gereja juga
didapati sebuah informasi tentang keberadaan makam dibawah gereja. Berbunyi
demikian :
Pada tanggal 31 Januari 1999 penemuan sebuah batu bertulisan yang terdapat
dibagian bawah mimbar gereja tua Immanuel Hila Sarani yang diperkirakan sebuah
makam Belanda Bunyi tulisan sebagai berikut :
USI FILTLIJK
VAN
KOODMAN EN OPPER HOOFD
DEZES DISTRICTS HILA
NATUS DEN 9 JULI 1718
ET
ORIET DEN 16 OKTOBER A. 1780
MET DET VAN DESZELES GOONMOEDE
SARA VAN DEN BUSSCHE
GEMALINNE VAN DENWOL EDELENCEST
JOAN ELLAS VAN MYLONDONK
EXTRA ORDINAIR RAAD VAN NEDERLND
NEVENS
DAT VAN HAAR WELDD GEBORN KLEM DOCTER
DE JONGE JEEROOW
WILHELMINA PEETRONELLA STEUTEL
Diatas tulisan
tersebut terdapat sebuah ukiran b unga dalam lingkaran. Kedalaman makam
tersebut kurang lebih 2 meter.
Saat ini gereja ini nampak kurang terawat baik.
Gereja ini dapat dikunjungi tanpa pungutan biaya,
hanya saja ketika masuk kita akan disuguhi dengan buku tamu yang harus diisi
dan kotak persembahan sebagai bentuk solidaritas kita membantu perawatan gereja
tertua di Maluku ini.
TAMPILAN DALAM GEREJA
Kondisi Kayu Plafon Yang Sudah Tidak Baik
Lonceng Gereja saat ini
Sumber Sejarah :
-
Perjalanan Pribadi
SUGUHAN MENRAIK SEPANJANG PERJALANAN