MAKALAH
“PERUBAHAN LEMAK DAN pH PADA TUBUH IKAN SELAMA PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN”
OLEH :
KELOMPOK II
CHLASYE PAPILAYA (2010-67-018)
DANIEL FATUBUN (2010-67-014)
IMELDA SABONO (2010-67-001)
MARNIX KAY (2010-67-033)
ERICH
SORUDAY (2010-67-023)
LOURY TELUSSA (2010-67-038)
SEMUEL LAISINA (2010-67-034)
ADISTY N HARLIYANTI (2010-67-028)
CHENDRYANA R HULISELAN (2010-67-003)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan penyertaaNya sehingga
penulisan Makalah dengan Judul Perubahan-perubahan Lemak dan pH pada Ikan Selama
Pendinginan dan Pembekuan dapat diselesaikan.
Dengan
segala kemampuan yang ada para penulis berusaha dan berupaya menyelesaikan tugas ini, guna menjelaskan
tentang Perubahan-perubahan
Lemak dan pH pada Daging Ikan Selama Pendinginan dan Pembekuan. Namun para penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini belum sempurna untuk itu saran dan kritik sangat para penulis harapkan demi terciptanya
makalah yang lebih baik.
Besar
harapan para
penulis, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membutuhkannya.
Terima
kasih ....
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam banyak hal kerusakan bahan-bahan biologik
seperti hasil-hasil perikanan terutama disebabkan oleh terjadinya autolisis dan
atau karena pertumbuhan mikrobia. Baik aktivitas enzim maupun pertumbuhan
mikrobia sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktivitasnya
menjadi optimum dan pada kondisi lain aktivitasnya dapat menurun, terhambat,
atau bahkan terhenti.
Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk
mempertahankan sifat segar hasil perikanan. Meskipun tetap masih terjadi
perubahan-perubahan, tetapi perubahan tersebut tidak begitu berarti jika
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar atau pada suhu tinggi.
Perubahan-perubahan sifat ini bukan tidak disengaja atau tanpa tujuan tetapi
kebanyakan memang ditujukan untuk mendapatkan sifat optimal yang disukai.
Selama pendinginan atau pembekuan akan terjadi
perubahan sifat pada ikan. Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
1. Perubahan sifat fisikawi ikan.
-
Terbentuknya
kristal es
-
Perubahan
struktur dan tekstur dagin ikan
-
Perubahan
pada jaringan daging ikan
2. Perubahan sifat kimiawi ikan.
-
Perubahan
pada protein daging ikan (perubahan pada protein miofibrilar dan perubahan pada
protein sarkoplasma).
-
Perubahan
lemak
-
Perubahan
enzim
-
Perubahan pH
daging ikan
3. Perubahan kandungan air daging ikan.
4. Perubahan warna daging ikan selama pembekuan.
Oleh sebab itu pada
makalah ini akan dibahas mengenai perubahan-perubahan kimiawi meliputi
perubahan lemak dan pH pada ikan selama proses pendinginan dan pembekuan.
B. TUJUAN
1. Menjelaskan perubahan lemak yang terjadi pada
tubuh ikan selama proses pendinginan dan pembekuan
2. Menjelaskan perubahan pH yang terjadi selama
prosea pendinginan dan pembekuan.
C. MANFAAT
1. Mengetahui perubahan-perubahan lemak yang terjadi
pada tubuh ikan selama proses pendinginan dan pembekuan.
2. Mengetahui perubahan-perubahan pH yang terjadi
pada tubuh ikan selama proses pendinginan dan pembekuan.
D. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
perubahan-perubahan lemak dan pH pada tubuh ikan terjadi selama proses
pendinginan dan pembekuan ?
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh ikan
selama proses pendinginan dan pembekuan dapat berupa perubahan sifat
kimiawinya. Yang akan dibahas disini adalah perubahan lemak dan pH pada tubuh
ikan selama proses pendinginan dan pembekuan berlangsung.
PERUBAHAN
LEMAK
Seperti
telah diketahui bahwa lemak ikan lebih banyak mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh terutama C16:1, C18:1, C20:1, dan
C21:1 daripada yang ada pada lemak hewan darat, sehingga lemak-lemak
ikan akan mudah mengalami oksidasi. Oksidasi
merupakan faktor penyebab kerusakan dan kebusukan utama pada
ikan pelagik seperti
mackarel dan ikan
haring, berkaitan dengan
tingginya kadar minyak atau lemak yang tersimpan di dalam daging ikan tersebut. Oksidasi lemak
meliputi tiga tahapan
mekanisme radikal bebas, yaitu
inisiasi, propagasi, dan
terminasi. Inisiasi meliputi pembentukan radikal
bebas dari lemak
melalui katalis, seperti
panas, ion logam, dan
iradiasi. Radikal bebas
yang terbentuk ini
kemudian bereaksi dengan oksigen
dan membentuk radikal peroksil. Selama proses propagasi, radikal peroksil
tersebut bereaksi dengan
molekul lemak lain
untuk membentuk
hidroperoksida dan radikal
bebas yang baru.
Terminasi akan terjadi ketika
pembentukan radikal bebas tersebut saling
berinteraksi membentuk produk non-radikal. Secara umum, oksidasi adalah
reaksi yang terjadi antara oksigen dengan ikatan ganda pada asam lemak. Oleh
karena itu, lemak pada tubuh ikan yang terdiri atas asam lemak tak jenuh (PUFA)
mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya oksidasi.
Peristiwa
oksidasi dapat berlangsung secara oto-oksidasi
yang disebabkan oleh masih aktifnya beberapa enzim selama pembekuan, atau dapat
berlangsung karena kontak dengan oksigen yang ada dalam ruang penyimpanan dingin. Hasil-hasil
oksidasi adalah senyawa-senyawa radikal bebas yang merupakan hasil antara
kemudian berlanjut menghasilkan senyawa-senyawa peroksida, aldehida, dan karbonil. Peroksida
adalah senyawa pertama yang terjadi pada oksidasi tetapi biasanya jumlahnya
sangat kecil sehingga sukar dideteksi. Kemudian disusul timbulnya aldehida
terutama malonaldehida dan yang terakhir adalah terjadinya senyawa-senyawa karbonil. Oleh
karena itu kerusakan lemak dapat dideteksi dengan menganalisa senyawa-senyawa
tersebut. Angka peroksida dinyatakan sebagai miliekivalen tiap satuan berat
daging ikan, meq/kg, sementara
kandungan malonaldehidanya dapat dinyatakan sebagai angka TBA (tribarbituric
acid = asam tribarbiturat). TBA dengan malonaldehida akan membentuk senyawa berwarna
merah jambu yang stabil yang pada kalorimeter atau spektrofotometer menunjukkan
puncak tertinggi pada panjang gelombang antara 528-535. Kandungan karbonil
dinyatakan dalam mol/gram bahan atau μ mol/gram bahan. Dari ketiga cara
tersebut, analisa TBA merupakan cara yang diketahui paling baik dan mudah dikerjakan
daripada kedua cara lainnya, terutama untuk produk-produk hasil perikanan.
Namun jika analisa TBA diikuti dengan analisa peroksida dan/atau analisa karbonil
hasilnya akan lebih mencerminkan keadaan kerusakan lemak.
Oksidasi lemak pada ikan dapat terjadi secara
enzimatis maupun non-enzimatis. Hidrolisis enzimatis lemak oleh lipase biasa
disebut dengan lipolisis (kerusakan lemak). Dalam proses ini, lipase memecah
gliserida dan membentuk asam-asam lemak
bebas yang mengakibatkan:
-
hilangnya
flavor,
-
mempercepat ketengikan,
dan
-
menurunkan kualitas
minyaknya.
Enzim lipase
yang berperan dalam
proses ini adalah
lipase yang terdapat pada
kulit, darah, serta
jaringan dalam tubuh
ikan. Enzim utama
dalam hidrolisis lemak ikan adalah
triacyl lipase, phospholipase
A2 dan phospholipase B. Sedangkan
oksidasi non-enzimatis terjadi karena katalisis senyawa hematin
(hemoglobin, myoglobin, dan
cytochrome) yang menghasilkan hidroperoksida. Asam
lemak yang terbentuk
selama proses hidrolisis lemak
ikan akan berinterkasi
dengan protein myofibrillar
dan sarkoplasma yang menyebabkan
denaturasi. Oksidasi lemak dapat
terjadi pada otot
ikan sehubungan dengan tingginya hemoglobin
yang mendukung terjadinya
oksidasi, khususnya ketika terjadi
deoksigenasi hemoglobin.
Pada penambahan asam
yang akan menurunkan pH, dapat mempercepat oksidasi lemak melalui Hb
yang telah terdeoksigenasi.
Selama
pendinginan dan pembekuan, lemak yang ada
pada daging ikan dapat mengalami oksidasi. Macam dan besarnya oksidasi lemak tergantung dari:
-
rendahnya suhu,
-
lamanya pendinginan atau
pembekuan,
-
perlakuan pendahuluan yang
dikerjakan pada ikan,
-
besarnya kandungan lemak ikan,
-
ada tidaknya penggunaan bahan pengawet dan antioksidan,
Pengaruh
suhu penyimpanan terhadap oksidasi lemak telah diketahui bahwa oksidasi lemak
masih dapat berlangsung pada suhu yang sangat rendah, -18˚C. Dibawah suhu
tersebut oksidasi berjalan sangat lambat. Dari berbagai kajian perubahan angka
TBA dan
peroksida pada daging ikan yang disimpan dibawah suhu -18˚C adalah sangat
kecil. Beberapa contoh dapat dikemukakan disini adalah pengamatan terhadap ikan
herring dan
ikan salem yang disimpan pada suhu -28˚C (menurut Hadiwiyoto, 1993) menunjukkan bahwa angka
peroksida meningkat sangat kecil selama penyimpanan beku. Pembebasan asam lemak
juga tidak terjadi pada suhu yang sangat rendah, tetapi penyimpanan pada suhu
diatas -18˚C dapat mempercepat oksidasi lemak.
Lamanya
penyimpanan dingin juga mempunyai peranan penting. Seperti dikemukakan diatas,
meski pun waktu penyimpanan diperpanjang tetapi kerusakan lemak karena oksidasi
praktis berjalan sangat lambat dibawah -18˚C. Sebaliknya penyimpanan diatas suhu
tersebut menyebabkan oksidasi masih berlangsung dengan baik. Makin lama
penyimpanan, oksidasi makin banyak terjadi yang ditunjukkan dengan meningkatnya
angka TBA, karbonil, maupun pembebasan asam-asam lemak.
Perlakuan
pendahuluan, misalnya penyayatan, penghilangan sisik, atau pemotongan,
menunjukkan pengaruh yang nyata sekali pada oksidasi lemak selama penyimpanan.
Lamanya pendinginan pada campuran es dan air sebelum hasil perikanan dibekukan juga
memegang peranan pada kerusakan lemak. Semua itu disebabkan karena kerusakan
pada sel dan
jaringan daging ikan sehingga menyebabkan lemak dapat lebih banya berhubungan
dengan udara.
Pemberian
antioksidan pada air dingin atau campuran air dan es yang digunakan untuk mendinginkan hasil
perikanan sebelum dibekukan atau yang digunakan untuk pelapisan es (glazing) dapat menghambat berlangsungnya
oksidasi lemak. Diketahui pemberian tokoferol 40-600 mg/kg daging ikan pada air
yang akan digunakan untuk pelapisan es dapat menghambat oksidasi lemak kurang
lebih separuhnya. Antioksidan TBHQ (monotertiarybuthylhydroquinone) dan asam askorbat
masing-masing sebanyak 0,25% dan 2% dapat digunkan pula sebagai antioksidan. Demikian pula dengan
jenis-jenis antioksidan lainnya, misalnya antioksidan gallat dapat mengurangi
oksidasi lemak.
Peranan
enzim pemecah lemak pada pembebasan asam-asam lemak adalah besar sekali
meskipun ikan disimpan pada keadaan beku. Pembebasan asam-asam lemak juga
pertanda kerusakan lemak. Meskipun demikian dibawah suhu -18˚V kebanyakan enzim
aktifitasnya sudah terhenti, hanya beberapa enzim yang masih dapat aktif pada
suhu yang sangat rendah, misalnya enzim-enzim yang dapat menghidrolisa
fosfolipida yaitu fosfolipase -A, -B, -C, enzim lisolestinase yang dapat
menghidrolisa lesitin dan fosfatidilkolin, lesitinase, dan sebagian kecil lipase.
Oksidasi
lemak selain dapat dihambat dengan pelapisan es pasa hasil perikanan yang
dibekukan dan
pemberian antioksidan, juga dapat dilakukan dengan pembekuan dalam keadaan
hampa atau pembekuan dibawah kondisi gas nitrogen, namun kedua cara ini jarang
dikerjakan karena biaya yang mahal. Pengepakan produk perikanan dengan bahan
pengepak yang kedap air dan udara yang juga dapat menghambat oksidasi lemak.
PERUBAHAN
PH DAGING IKAN
Ikan
segar mempunyai pH sekitar 6,8 -7,0. Selama pendinginan dan pembekuan pH daging
ikan akan berubah. Perubahan ini terjadi dalam dua tahap. Pada awal pendinginan
atau pembekuan, pH daging ikan akan turun kemudian pada tahap selanjutnya pH
akan naik lagi. Terjadinya penurunan dan penaikan pH ini banyak dikaitkan dengan keadaan
fisiologik daging ikan, komposisi senyawa-senyawa garam yang ada pada daging ikan, dan aktifitas enzim.
Daging ikan dalam keadaan prerigor akan mengalami penurunan pH lebih banyak
pada waktu didinginkan atau dibekukan karena proses glikolisa anaerobik yang
menyebabkan terbentuknya asam laktat masih berlangsung. Penurunan pH pada tahap
awal juga disebabkan terjadinya peristiwa presipitasi garam-garam yang bersifat
alkalis misalnya garam-garam magnesium fosfat, kalsium fosfat, dan natrium fosfat,
sedangkan kenaikan pH pada tahap kedua disebabkan karena terjadinya pengendapan
garam-garam yang bersifat asam, misalnya garam kalium sitrat dan natrium sitrat. Tetapi daging ikan dalam
keadaan postrigor menyebabkan peristiwa pengendapan garam-garam tersebut
berjalan lambat sehingga penurunan pH-nya juga lambat. Kenaikan pH mungkin juga
disebabkan karena berkembangnya bakteri psikrofil yang dapat menyebabkan
terbentuknya basa-basa volatil makin banyak.
Lamanya
pendinginan atau pembekuan dan rendahnya suhu juga mempunyai peranan penting pada perubahan pH
daging ikan. pH daging ikan akan menurun secara lambat dengan makin rendahnya
suatu penyimpanan. Sebaliknya suhu tinggi menyebabkan perubahan pH yang cepat..
Pada suhu tinggi pH daging menurun kemudian akan naik lagi selama penyimpanan.
BAB III
KESIMPULAN
-
Selama proses
pendinginan dan pembekuan tidak menutup kemungkinan terjadinya
perubahan-perubahan pada komposisi kimia daging ikan.
-
Perubahan
yang dapat terjadi misalnya perubahan lemak dan pH
-
Lemak pada
ikan banyak mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang akan mudah mengalami
oksidasi.
-
Oksidasi
lemak melalui 3 tahapan, yaitu: inisiasi, propagasi, dan terminasi.
-
Peristiwa
oksidasi dapat berlangsung secara oto-oksidasi yang disebabkan oleh enzim yang
masinh akif selama proses pembekuan atau kontak dengan oksigen dalam ruang
penyimpanan beku.
-
Oksidasi
lemak pada ikan dapat terjadi secara enzimatis
maupun non-enzimatis.
-
Hidrolisis
lemak oleh enzim lipase dapat mengakibatkan hilangnya flavor, mempercepat
ketengikan, menurunkan kualitas minyak.
-
Perbedaan
oksidasi lemak tergantung pada suhu, waktu pendinginan dan pembekuan, perlakuan
pendahuluan, besarmta kandungan lemak ikanm dan keberadaan penggunaan bahan
pengawet dan antioksidan.
-
pH ikan segar
sekitar 6,8-7,0
-
pH akan turun
pada awal pendinginan atau pembekuan dan akan kembali naik lagi tergantung
keadaan fisiologik, komposisi kimiawi, dan aktifitas enzim yang ada pada ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto Suwedo Ir,
MS., Mphil. 1993. TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Jilid 1. Yogyakarta.
Penerbit Liberty
Puspitasari Sari A.P. 2012.
Pengawetan Suhu Rendah Pada Ikan dan Daging. Makalah Ilmu Teknologi Pangan, Program
Studi S1 Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar